Sebanyak empat perusahaan di Lampung didapati mengimpor 59.050 ton tapioka dari Vietnam dan Thailand. Jumlah tersebut yang diungkap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah II menanggapi permasalan singkong di Lampung. Kepala Kantor KPPU Wilayah II Wahyu Bekti Anggoro mengatakan,empat perusahaan yang mengimpor tapioka tersebut merupakan produsen yang mempunyai pabrik pengolahan di Lampung. Dikatakan Wahyu, impor sebesar 59.050 ton tepung tapioka ini nilainya sebesar 32,2 juta USD atau setara dengan Rp 511,4 miliar. Nilai impor tapioka sebanyak itu, menurut dia, yang terdata sepanjang tahun 2024. “Keempat perusahaan tersebut melakukan impor melalui Pelabuhan Panjang, Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Tanjung Emas,” kata Wahyu. Dari empat perusaahan itu, lanjut Wahyu, terdapat satu perusahaan yang menguasai 80 persen total impor. “KPPU mendapati satu kelompok usaha yang mendominasi jumlah impor sepanjang tahun 2024, yaitu sebesar 80 persen dari total impor tapioka oleh produsen yang berada di Provinsi Lampung,” beber Wahyu.
Jumlah impor tapioka yang didominasi satu kelompok usaha itu sebesar 47.202 ton dengan nilai impor sebesar 25 juta USD atau setara dengan Rp 407,4 miliar. Selain itu, KPPU juga mendapati dua perusahaan asal Lampung melakukan impor pada tahun 2022 dengan total impor sebesar 4.562 ton atau dengan nilai impor sebesar 2,5 juta USD atau setara dengan Rp 37,3 miliar.
Analisis KPPU menunjukkan adanya korelasi antara jumlah kuantitas impor tepung tapioka oleh produsen di Provinsi Lampung dengan harga beli singkong di Provinsi Lampung. “Yaitu naiknya volume impor tepung tapioka tahun 2024 berkorelasi dengan turunnya harga beli ubi kayu di Provinsi Lampung,” ungkap Wahyu.
Selain itu, KPPU juga menyoroti rendahnya kepatuhan produsen tepung tapioka di Provinsi Lampung untuk dapat kooperatif dalam memenuhi permintaan keterangan dan permintaan data yang dibutuhkan. “KPPU mendorong masyarakat, petani, atau stakeholder lainnya untuk dapat menyampaikan Laporan kepada KPPU jika mengetahui adanya hambatan persaingan usaha oleh produsen tapioka di Provinsi Lampung,” pungkasnya. Wahyu mengatakan, KPPU juga mendapati keluhan dari produsen tapioka di Provinsi Lampung kesulitan bersaing harga jual tepung tapioka dengan produsen yang melakukan impor. Karena harga jual tapioka dari produsen yang melakukan impor dapat lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi produsen yang tidak melakukan impor.
KPPU mencatat, di Provinsi Lampung ada setotal 45 perusahaan tapioka. Namun hanya empat perusahaan yang menguasai sekitar 75 persen sektor usaha ini. Hasil kajian KPPU menunjukkan bahwa tingginya impor tapioka oleh produsen tepung tapioka merupakan salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya harga beli singkong di Lampung pada tahun 2024.
(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/Hurri Agusto)