Program pemutihan pajak kendaraan bermotor yang digulirkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung pada tahun 2025 dinilai belum berjalan optimal. Firdaus, S.H., seorang pengusaha yang berkecimpung di sektor terkait pajak kendaraan, menyoroti sejumlah faktor penyebab kegagalan program ini, mulai dari sosialisasi yang minim hingga biaya tambahan yang justru membebani masyarakat.
“Pemutihan pajak ini tidak optimal. Sosialisasi waktunya kurang, kesadaran masyarakat masih rendah, dan yang paling disesali, masih ada biaya tambahan ketika masyarakat tidak membayar langsung ke kantor Samsat,” ujar Firdaus, dalam sebuah analisis mendalam yang disampaikan kepada media, Selasa.
Ia menegaskan, keberhasilan program pemutihan pajak seharusnya menjadi win-win solution. Di satu sisi, masyarakat mendapat keringanan, di sisi lain, pendapatan asli daerah (PAD) meningkat signifikan untuk pembiayaan pembangunan.
Sosialisasi Massif hingga Tingkat RT dan Libatkan Aparat
Untuk mengejar ketertinggalan, Firdaus menawarkan sejumlah solusi strategis. Pertama, ia mendorong sosialisasi yang massif dan menyeluruh dengan waktu yang lebih panjang.
“Sosialisasi harusnya tidak setengah-setengah. Libatkan seluruh jajaran pemerintah daerah, dari tingkat provinsi hingga yang paling bawah, sampai ke tingkat RT. Aparat desa dan kelurahan harus menjadi ujung tombak,” tegasnya.
Firdaus berargumen, pemahaman tentang pentingnya pajak harus ditanamkan secara kolektif. “Harus disadari bersama, kalau pajak naik, daerah juga yang merasakan dampak positifnya. Dana pajak itu yang akan menjadi anggaran untuk kemaslahatan masyarakat, baik untuk perbaikan infrastruktur jalan yang kita lewati setiap hari maupun program sosial lainnya. Sekarang sudah ada opsi pemutihan, masa tidak dimanfaatkan?” tambahnya.
Kedua, ia menekankan pentingnya melibatkan seluruh stakeholder, termasuk Kepolisian. Ia mengusulkan skema yang dinilainya masuk akal secara ekonomi.
“Pemprov bisa saja memberikan hibah operasional kepada Polda atau Polres untuk melakukan razia pajak kendaraan secara rutin dan masif. Misalnya, hibah Rp 5 miliar, tapi dampaknya pendapatan pajak bisa naik Rp 100 miliar. Itu kan sangat masuk akal. Ini investasi yang strategis untuk meningkatkan kepatuhan pajak,” papar Firdaus.
Permudah Akses Bayar Pajak dan Tutup Celah “Pembajakan” PAD
Solusi ketiga yang ditawarkan adalah perbaikan layanan secara fundamental. Firdaus mendesak agar masyarakat yang membayar pajak tidak melalui kantor Samsat langsung tidak dikenakan biaya tambahan.
“Berikan pelayanan prima. Manfaatkan gerai Indomaret dan Alfamart yang sudah ada di mana-mana untuk memudahkan masyarakat membayar pajak kendaraannya. Hilangkan segala bentuk biaya tambahan yang justru menjadi penghalang,” imbaunya.
Terakhir, Firdaus menyoroti celah kebocoran PAD dari perusahaan yang beroperasi di Lampung tetapi menggunakan kendaraan dengan plat nomor daerah lain.
“Saya mendesak Pemprov untuk membuat aturan yang mengikat. Instruksikan atau terbitkan peraturan yang mewajibkan perusahaan yang beroperasi di Lampung untuk menggunakan kendaraan berplat Lampung. Jangan sampai jalan di Lampung yang rusak karena dilintasi truk-truk besar, tetapi pajaknya dibayar ke daerah lain. Itu merugikan kita semua,” tutupnya tegas.
Analisis dan solusi dari Firdaus ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi Pemprov Lampung untuk mengevaluasi dan merevitalisasi program pemutihan pajak kendaraan, sehingga target peningkatan PAD dan keringanan bagi masyarakat dapat tercapai secara simultan.
