Walhi: Raja Juli Lebih Cocok Jadi Menteri Deforestasi

By Admin 2 - Jumat, 3 Januari 2025 08:09 WIB | 0 Views

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyarankan pemerintah mengubah nomenklatur Kementerian Kehutanan menjadi Kementerian Deforestasi buntut rencana penyiapan 20 juta hektare lahan cadangan hutan menjadi sumber ketahanan pangan, energi, dan air. Rencana pemerintah ini dinilai akan memperburuk kondisi hutan Indonesia.

Rencana pemerintah untuk memanfaatkan lahan hutan cadangan ini diungkap oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin lalu (30/12/2024). Ia menyebutkan kementerian yang dipimpinnya telah mengidentifikasi 20 juta ha hutan yang bisa dimanfaatkan untuk cadangan pangan, energi, dan air. 

Raja Juli memperkirakan potensi sekitar 1,1 juta ha lahan yang bisa menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun, setara dengan total impor beras Indonesia 2023. Selain itu 1,5 juta ha penanaman aren mampu menghasilkan 24 juta kiloliter bioetanol. 

“Kami sudah mengidentifikasi 20 juta hektare hutan yang bisa dimanfaatkan untuk cadangan pangan, energi, dan air,” kata dia.

Ia menyebutkan peran kementerian yang dipimpinnya dalam swasembada pangan dan energi adalah penyedia lahan untuk program ini.

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian, menyebutkan pernyataan Raja Juli merupakan ironi terhadap hutan Indonesia. Proyek ini akan menjadi legalisasi deforestasi yang justru disetujui oleh menteri kehutanan sendiri. 

Mestinya, kata Uli, menteri kehutanan merupakan wali dari hutan-hutan Indonesia. Tugas sebagai wali hutan inilah yang mengharuskan Raja Juli menjadi ujung tombak menghadang rencana pembongkaran hutan. 

“Bukan justru merencanakan pembongkaran hutan dan memberi legitimasi atas nama pangan dan energi. Artinya Presiden dan Menteri Kehutanan tidak memahami tugas dan tanggung jawab mereka,” kata dia. 

Raja Juli seharusnya mempertimbangkan dampak ekologis pembukaan hutan seperti dampak emisi, daya dukung dan daya tampung lingkungan, kerusakan biodiversitas, konflik agraria, hingga dampak bencana. 

Jika Menteri Kehutanan sendiri sudah terlibat dalam legalisasi deforestasi, kata Uli, pemerintah sebaiknya mengubah nomenklatur Kementerian Kehutanan menjadi Kementerian Deforestasi.

“Diubah saja namanya, seperti Kementerian Deforestasi. Raja Juli yang jadi Menteri Deforestasi,” ucap dia. 

Analisis data Walhi menyebutkan seluas 33 juta ha hutan telah dibebani oleh izin sektor kehutanan. Sekitar 4,5 juta ha konsesi tambang berada atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan, dan 7,3 juta ha hutan sudah dilepaskan yang 70% diantaranya untuk perkebunan sawit. 

Uli menyebutkan penguasaan hutan oleh korporasi ini telah melahirkan banyak persoalan dan krisis, yang sulit untuk dipulihkan. Alih-alih melakukan penegakan hukum dan menagih pertanggungjawaban korporasi, pemerintah justru terus tunduk pada kepentingan korporasi dengan melegalisasi perusakan hutan. 

Manajer Kampanye dan Advokasi Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra Prayoga, mengingatkan luas hutan 20 juta ha yang disebutkan Menteri Raja Juli itu hampir dua kali luas Pulau Jawa, yakni 128.297 kilometer persegi atau 12,28 juta ha. Hutan seluas ini sangat signifikan untuk melawan krisis iklim global yang akhirnya akan mengganggu pangan, energi, dan air.

Catatan FWI sendiri menyebutkan pada rentang 2021 sampai 2023, deforestasi di Indonesia telah mencapai 1,9 juta ha. Angka ini menambah parah kehilangan hutan Indonesia pada rentang 2000-2017, yakni 23 juta ha. 

“Hutan menjadi sumber air dan sumber pangan.  Namun banyak pangan yang hilang jika hutannya rusak. Serta hutan juga sumber energi karena hutan juga menghasilkan air,” kata dia. 

Direktur Hutan Auriga Nusantara, Supintri Yohar, merasa khawatir dengan rencana pembukaan hutan ini. Jika pembukaan hutan dilakukan di kawasan dengan fungsi lindung dan konservasi maka bakal datang bencana ekologis. 

Menurutnya, Menteri Kehutanan seharusnya melindungi hutan itu. 

“Sedangkan hutan alam tersisa, baik di dalam kawasan lindung atau konservasi, juga menjadi habitat bagi satwa langka dan dilindungi. Jika dibuka niscaya satwa juga jadi korban. Kan nggak mungkin harimau hidup di ladang padi gogo atau yang lain. Pasti konflik,” ujarnya. (aryo/betahita)

Banner

Berita Terkait

Berita Populer
Terbaru
Nasional

Sorry, we couldn't find any posts. Please try a different search.

Sorry, we couldn't find any posts. Please try a different search.

Pengunjung

Berita Terbaru

22/05/2025 19:35 WIB

Wujudkan Swasembada Pangan, Pemprov Lampung Dukung Pembangunan Batalyon Teritorial Pembangunan

Gubernur Rahmat Mirzani Djausal menyebutkan bahwa TNI merupakan mitra strategis…

22/05/2025 19:31 WIB

Lampung Tuan Rumah FESyar Sumatera 2025, Menuju Pusat Ekonomi Syariah

Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela mengapresiasi akan diselenggarakannya Festival Ekonomi…

21/05/2025 19:29 WIB

Gubernur Mirza Ramaikan Pembukaan LSO 2025, Main Bareng Mobile Legends Bersama Peserta

Pembukaan Lampung Student Olympic (LSO) 2025 berlangsung meriah di GOR…

21/05/2025 19:26 WIB

Kukuhkan Pengurus LKKS Provinsi Lampung, Gubernur Rahmat Mirzani Dorong Sinergi Tangani Kelompok Rentan

Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, secara resmi melantik dan mengukuhkan…

21/05/2025 19:25 WIB

Rembuk Merah Putih, Forum Strategis Bangun Ketahanan Ideologi di Bumi Ruwa Jurai

Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Muhammad Firsada yang juga…

20/05/2025 19:35 WIB

Semangat Budi Utomo dan Era Digital, Lampung Kobarkan Jiwa Kebangkitan Nasional

Pemerintah Provinsi Lampung menggelar Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas)…